Sabtu, 15 Juli 2017

Peran Psikoterapi dalam Kehidupan Masyarakat

Menurut Proschaska & Norcross (dalam Mufidah, 2015) psikoterapi adalah proses yang digunakan profesional dibidang kesehatan mental untuk membantu mengenali, mendefinisikan, dan mengatasi kesulitan interpersonal dan psikologis yang dihadapi individu dan meningkatkan penyesuaian diri mereka. Beberapa pakar psikoterapi beranggapan bahwa perubahan perilaku tergantung pada pemahaman individu atas motif dan konflik yang tidak disadari. Pakar lain merasa bahwa individu dapat belajar mengatasi masalahnya tanpa harus menjajaki faktor yang menjadi penyebab masalah mereka. Walaupun terdapat berbagai perbedaan teknik, kebanyakan metode psikoterapi memiliki ciri dasar yang serupa. Teknik tersebut meliputi komunikasi antara dua individu-klien (penderita) dan pakar terapi. Klien didorong untuk mengungkapkan rasa takut, emosi, dan pengalamannya secara bebas tanpa merasa takut dinilai atau dicemoohkan oleh pakar terapi. Sebaliknya pakar terapi tersebut menunjukkan simpati dan perhatian, serta mencoba membantu klien mengembangkan cara yang lebih efektif untuk menangani masalah. 
Dalam masyarakat, praktek psikoterapi telah diterapkan bahkan sudah dilembagakan. Fungsi psikoterapi sudah mulai banyak diterapkan oleh tokoh masyarakat seperti guru, ulama, dll. Psikoterapi tidak hanya ditujukan kepada orang yang terkena penyakit jiwa saja, akan tetapi lebih diperlukan oleh orang yang sebenarnya menghadapi kesukaran-kesukaran hidup sehari-hari dan tidak pandai menyelesaikan persoalan-persoalan yang disangkanya rumit. Psikoterapi bertugas untuk menyembuhkan perasaan cemas yang bersifat mendalam yang sumber penyebabnya adalah peristiwa-peristiwa lalu yang amat menekan perasaan yang tidak lagi disadari oleh klien, sehingga perasaan tersebut dapat dinormalkan kembali. Intervensi psikososial merupakan proses penyadaran terhadap individu atau kelompok utamanya melalui berbagai sumber yang dapat mempengaruhi interpersonal, seperti belajar, persuasi, diskusi, berbagai proses yang sama. Fokusnya pada berbagai segi sehingga membuat klien mengubah afeksi, kognisi dan tindakannya.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat kita ketahui bahwa peran psikoterapi bukan hanya untuk individu saja namun juga keseluruhan masyarakat karena berhubungan dengan penyesuaian diri. Selain itu hal tersebut juga dikarenakan selalu terdapatnya interaksi antara individu yang satu dengan yang lainnya dalam masyarakat, untuk itu peran psikoterapi pada satu individu juga dapat berpengaruh terhadap masyarakat di lingkungannya.

Referensi :

Mufidah, I. L. (2015). Pentingnya psikoterapi agama dalam kehidupan di era modern. Jurnal Lentera, Kajian Keagamaan, Keilmuan dan Teknologi, 3, 37-51.

Badaruddin, T. (2012). Psikoterapi islam dan kesehatan mental. E-journal Stain Sorong, 4, 97-106. 

Teori Intensive Exposure Therapy (Flooding)

Intensive Exposure Therapy (Flooding)

FLOODING merupakan salah satu bentuk dari terapi perilaku, dimana pengaplikasiannya mirip dengan bentuk exposure therapy yang sama-sama menghadapkan client pada situasi yang ditakutkan. Perbedaannya adalah pada exposure therapy situasi yang menakutkan tersebut dihadapkan secara bertahap, mulai dari tingkatan paling rendah hingga paling tinggi. Sedangkan, pada FLOODING client langsung coba dihadapkan pada tingkat tertinggi dari situasi yang menakutkan tersebut (dibanjiri oleh perasaan takut / negatif) yang kemudian dilakukan konfrontir mengenai ketakutan client pada situasi tersebut.
Sebagai salah satu teknik dari psikoterapi, FLOODING biasa diterapkan dalam kasus phobia dan kecemasan (anxiety). Cara ini membuka ingatan pengalaman buruk client dengan tujuan mengintegrasikan kembali emosi-emosi yang ditekan dengan kesadaran yang baru. Dalam penanganannya pada kasus phobia, metode ini lebih cepat dalam menyembuhkan atau menghilangkan ketakutan client apabila dibandingkan dengan metode systematic desensitization. Dalam situasi dan kondisi yang terkontrol serta digunakannya teknik relaksasi psikologis dengan bantuan terapis, client mencoba mengganti perasaan takutnya dengan teknik relaksasi yang telah diajarkan. Perlu diketahui bahwa adrenalin dan respon ketakutan seseorang pasti memiliki batas waktu, secara teori akhirnya seseorang akan tenang dan menyadari bahwa ketakutannya tidak beralasan kuat dan ternyata keadaan yang ia alami saat menghadapi ketakutannya itu adalah aman. Keuntungan dari diterapkannya metode ini adalah cepat dan efeektif dalam menghilangkan ketakutan. Metode ini bekerja berdasarkan prinsip classical conditioning yang dikemukakan oleh Pavlov, dimana client merubah perilaku nya untuk menghindari stimulus yang negatif. Melalui prinsip classical conditioning kita dapat belajar bahwa apabila kita memiliki suatu phobia hal tersebut dikarenakan kita mengasosiasikannya dengan objek atau stimulus yang negatif.
Beberapa peneliti menyarankan penggunakan exposure / flooding untuk mendapat hasil yang maksimum adalah sebagai berikut:
1.       Penggunaan durasi waktu yang tidak hanya sebentar
2.       Sebaiknya dilakukan berulang-ulang hingga ketakutan client benar-benar hilang
3.       Client harus benar-benar ada dalam situasi yang client takuti dan berinteraksi dengan objek tersebut sesering mungkin
4.       Client harus berani melawan ketakutannya sendiri


Referensi :

Trull, T. J., & Prinsten, M. J. (2013). Clinical Psychology. USA : Wadsworth

Analisis Video : Intensive Exposure Therapy (Flooding)

Video ini menunjukan proses terapi yang dilakukan pada client wanita yang mengalami Agrophobia, dimana metode atau teknik terapi yang diterapkan adalah jenis Intensive Exposure Therapy (Flooding).  Wanita tersebut diketahui memiliki ketakutan untuk pergi keluar rumah sendiri dan merasa panik untuk bertemu dengan orang-orang yang tidak ia kenal.
Hal pertama yang terapis (laki-laki) lakukan adalah melakukan tes untuk mengetahui level ketakutan client, kemudian meminta client untuk menceritakan perasaanya mengenai hal yang client takuti tersebut meskipun akhirnya client merasa tidak dapat dan tidak mau menceritakan bagaimana perasaan takutnya karena merasakan adanya tekanan yang cukup besar. Selanjutnya, terapis (laki-laki) menanyakan kesediaan client untuk menghilangkan atau menyembuhkan phobia nya tersebut yang akhirnya disetujui oleh client
Di kesempatan selanjutnya client dipertemukan dengan terapis (wanita) yang akan membantunya menghilangkan phobia yang ia alami tersebut. Pada tiga sesi pertama, client fokus diberikan informasi mengenai penanganan perasaan panik yang biasa client alami. Selanjutnya kedua terapis melakukan diskusi mengenai kasus tersebut, dan kemudian terapis (wanita) mulai melakukan terapi flooding pada client menggunakan media lift (elevator). Saat itu client terlihat ragu-ragu dan takut untuk memasuki lift, namun terapis terus mencoba menenangkan client  hingga akhirnya 50 menit kemudian client memberanikan diri untuk memutuskan mau mencoba menggunakan lift tersebut. Saat pintu lift mulai tertutup client sempat mencoba menghalangi dengan tangan nya agar pintu kembali terbuka, namun terapis terus mencoba menenangkan client dan meyakinkan client bahwa client akan baik-baik saja dalam menghadapi situasi yang ia takuti tersebut. Di akhir-akhir waktu dalam lift tersebut client sempat mencoba untuk melepaskan pegangan tangannya pada terapis hingga sampai pada lantai terbawah dan akhirnya terapis mengkonfrontir ketakutan client, memuji keberaian client, dan meyakinkan bahwa situasi tersebut adalah situasi yang aman untuk client sehingga tidak perlu ditakutkan kembali.
Tahap selanjutnya adalah client diminta untuk mencoba menaiki lift sendiri tanpa didampingi oleh terapis. Setelah berhasil, client diminta untuk kembali mengulangi hal tersebut beberapa kali hingga client merasa tenang dan yakin bahwa client sudah tidak takut akan hal tersebut kembali. Setelah itu, client dibawa keluar untuk mencoba menaiki kereta sendirian dan akhirnya client berhasil mengatasi ketakutan sebelumnya. Kemudian diketahui bahwa tiga hari setelah itu client sudah bukan hanya berani untuk menaiki lift dan kereta sendirian namun juga menaiki bus, mengendarai mobil dan berjalan-jalan keluar rumah tanpa dilingkupi perasaan takut kembali. 

Jumat, 31 Maret 2017

Pendekatan Psikoterapi Berdasarkan 3 Mazhab (Psikoanalisa, Behaviorisme, dan Humanistik)

 v  Psikoanalisa / Psychodynamic
Fokus dari pendekatan ini adalah merubah perasaan, pemikiran, maupun perilaku  yang bermasalah dengan cara menemukan inti permasalahan dan mengetahui motivasi klien melalui alam bawah sadar atau ketidaksadarannya.
1.      Katarsis
Merupakan salah satu bentuk terapi dengan melepaskan ketegangan emosional atas suatu pengalaman emosional yang kuat atau peristiwa traumatik yang ditekan.
2.      Free Assosiation
Merupakan salah satu metode dalam Psikoanalisa yang menggunakan cara verbalisasi atas pemikiran-pemikiran yang muncul tanpa ada upaya perubahan secara sadar, tanpa adanya hambatan maupun kritikan. Klien secara bebas dapat mengungkapkan apapun yang ingin dikemukakan.
3.      Analisis Mimpi
Merupakan salah satu metode dalam Psikoanalisa yang berfokus pada mimpi klien, hal tersebut dikarenakan Freud menganggap bahwa mimpi muncul saat proses tidur dan saat-saat tidur itulah pertahanan kesadaran manusia berada dalam titik terendah, sehingga munculah simbol-simbol ketidaksadaran yang dapat mengungkap inti permasalahan klien.
4.      Transference
Merupakan proses saat klien mentransfer perasaan-perasaan dan fantasi klien mengenai seseorang yang dekat dengan dirinya terhadap terapis.
5.      Hipnosis
Merupakan suatu prosedur dimana seorang praktisi mensugestikan sensasi, persepsi, pikiran, perasaan, ataupun perilaku pada klien. Dalam hipnosis ini klien berbicara secara bebas dan jujur mengenai dirinya dan pengalamannya di masa lalu. Perlu diketahui bahwa kualitas hipnosis ini lebih ditentukan oleh keadaan atau kualitas usaha dari klien dibandingkan keterampilan dari terapis, selain itu orang yang terhipnosis dalam hal ini klien tidak dapat dipaksa untuk melakukan hal yang bertentangan dengan keinginan mereka sendiri. Dengan kata lain kualitas atau berhasil tidaknya proses hipnosis ini bergantung pada diri klien, jika klien memiliki kognisi atau keinginan kuat untuk mengingat hal dari masa lalu nya maka kemungkinan besar permasalahan klien dimasa lalu dapat terungkap melalu proses hipnosis ini.
6.      Kleinian Psychodynamic Therapy
Pendekatan ini didasarkan oleh teori yang dikemukakan oleh Klein, yaitu teori relasi objek. Proses ketidaksadaran akan pengalaman di masa kanak-kanak awal adalah hal yang ditekankan dalam pendekatan ini. Namun, fokus utamanya adalah hubungan klien dengan orang terdekat atau orang yang berpengaruh bagi hidupnya. Apakah hubungan tersebut buruk atau pun memuaskan akan mempengaruhi cara berpikir dan perilaku klien terhadap orang-orang di kehidupannya pada masa yang akan datang. Maka hal tersebut dapat berdampak pada kemampuan klien saat berinteraksi atau membangun relasi dengan lingkungannya.
7.      Psychodynamic Group Therapies
Jung dan Adler adalah tokoh-tokoh yang percaya akan kegunaan besar dari terapi kelompok ini. Klien-klien yang cocok dengan terapi ini adalah mereka yang bisa dan memiliki motivasi untuk bekerja sama dalam kelompok.
8.      Terapi Analitik  (Jung)
Terapi analitik ini membagi dua ketidaksadaran, yakni ketidaksadaran personal dan ketidaksadaran kolektif.terapi ini mencangkup analisis pengalihan peran, imajinasi aktif, dan analisis mimpi. Jung juga sangat tertarik untuk menangani klien di usia paruh kedua mereka.

 v  Behaviorisme
Fokus dari pendekatan ini adalah proses pembelajaran dalam kehidupan klien. Proses belajar tersebut berkaitan dengan perkembangan diri seseorang baik dengan perilaku normal maupun abnormal.
1.      Classical Conditioning. (Pavlov)
Proses belajar ini didasarkan oleh dua prinsip yaitu, asosiasi yang berkelanjutan (contoh bunyi bel yang selalu diikuti oleh makanan) dan hukum latihan (pengulangan pemasangan). Proses yang tidak kalah penting adalah Extinction, generalisation, dan discrimination.
2.      Systematic Desensitizing.
Terapi ini didasarkan oleh penemuan dari Watson dan Rayner, yaitu membuat suatu kondisi yang menyebabkan seseorang anak takut kepada tikus saat sedang memainkannya, dengan cara membuat suara kencang saat anak tersebut bermain. Kemudian terdapat penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Jones (1925) yang menyebutkan bahwa kondisi takut yang dialami seorang anak terhadap suatu objek juga dapat dikurangi dengan mengasosiasikan objek yang ditakutkan tersebut dengan respon yang menyenangkan.
3.      Operant coditioning. (E.L Thorndike)
Cara ini mengajarkan seseorang untuk menghindari perilaku-perilaku yang dapat menyebabkan konsekuensi yang tidak menyenangkan. Maka konsekuensi-konsekuesni tersebut akan menentukan apakah suatu perilaku akan diulang atau tidak. Apabila suatu perilaku dilakukan berulang maka kemungkinan besar konsekuensi yang didapatkan adalah hal yang menyenangkan atau menguntungkan, sedangkan konsekuensi yang tidak menyenangkan akan menyebabkan seseorang tidak mengulangi suatu perilaku.
4.      Aversion therapy
Terapi ini meningkatkan level ketakutan seseorang yang diasosiasikan dengan perilaku yang tidak menyenangkan. Misalnya takut untuk kembali mencoba narkoba atau alkohol karena dapat menyebabkan kecanduan yang berkepanjangan bahkan kematian.
5.      Cognitive behavioral therapy.
Fokus dari terapi ini adalah cara berpikir terhadap keadaan saat ini, bukan masa lalu. Asumsi umum terapi ini adalah interaksi dengan lingkungan dilakukan setelah proses interpretasi dan menyimpulkan hal-hal yang terjadi pada kita.
6.      Gradual exposure
Salah satu bentuk terapi yang dapat digunakan dalam in vivo maupun imaginal exposure, terapi ini memberikan perpindahan yang bertahap mulai dari ketakutan paling rendah sampai ketakutan paling tinggi.
7.      Modeling
Adalah salah satu metode terapi dimana klien belajar berbagai kemampuan baru dengan cara melakukan imitasi terhadap orang lain, dan biasanya dilakukan tapa adanya arahan verbal secara langsung dari terapis.
8.      Token economy
Pada dasarnya cara ini dibentuk untuk digunakan di institusi, karena biasanya staf kurang dapat menggunakan rewards yang diberikan secara langsung setelah terget tercapai. Maka solusinya rewards tersebut digantikan dengan hal-hal yang dapat dimanfaatkan langsung oleh staf setelah target tercapai, misalnya mendapat waktu istirahat tambahan atau lebih cepat setelah pekerjaan selesai dengan hasil yang memuaskan.
9.      Rational Emotive Behavioral Threrapy (Albert Ellis)
Terapi yang fokus pada pemecahan atau penyelesaian permasalahan emosional maupun perilaku, sehingga memungkinkan memberikan dampak yang baik bagi klien, misalnya lebih bahagia dan menikmati hidup.
10.  Terapi Multimodal ( Arnold Lazarus)
Secara teknis terapi ini bersifat ekletik, menggunakan berbagai macam teknik / metode yang dipilih berdasarkan data empirik dan kebutuhan dari klien itu sendiri.

 v  Humanistik
Fokus dari pendekatan ini adalah menekankan pada kapasitas atau kemampuan klien untuk membuat pilihan-pilihan yang rasioanal dan pengembangan potensi yang klien miliki secara maksimal.
1.      Client-Centered Therapy. (C. Rogers)
Terapis membantu klien menyelesaikan permasalahannya dengan cara menunjukan potensi dan ketertarikan dari diri klien sendiri. Fokus dari pendekatan ini adalah memfasilitasi klien dalam mengembangkan dirinya sendiri. Fokus pada hal-hal saat ini, bukan pada kejadian masa lalu. Terapis hanya berperan sebagai pendengar yang mampu merefleksikan perasaan, pemikiran dan perilaku klien serta memberikan bimbimngan atas alternatif pilihan pemecahan masalah, kemudian klien sendiri yang memutuskan cara mana yang harus ia pilih untuk memecahkan masalah nya tersebut.
2.      Gestalt therapy
Menekankan pentingnya kepedulian diri klien terhadap keadaan dan situasi saat ini dan bertanggungjawab atas diri klien sendiri. Hal ini didasarkan oleh anggapan bahwa salah satu penyebab mental disorder adalah tidak adanya kepedulian dan kesadaran akan diri sendiri. Biasanya terapi ini digunakan dalam kelompok, tujuannya untuk membuat tiap-tiap klien memiliki kesadaran dan kepedulian akan siapa dirinya, apa yang mereka rasakan, dan mendorong tanggungjawab mereka untuk membuat keputusannya sendiri.
3.      Existential therapy
Fokus pada kebebasan, determinasi diri, dan pencarian makna.
4.      Transactional Analysis (Eric Berne)
Memfokuskan pada cara klien untuk mengontrol situasi sosial dengan mengembangkan keadaan ego nya. Mengajarkan klien untuk mengorganisasikan dan memahami ego nya serta bagaimana hal tersebut dapat digunakan dalam suatu keadaan untuk menarik perhatian orang lain.
5.      Logotherapy (Frankl)
Logoterapi ini mengajarkan klien untuk bertanggung jawab dalam menemukan makna, memberikan berbagai pilihan, dan menganalis mimpi.
6.      Therapy Realitas (William Glasser)
Tujuan dari terapi ini adalah untuk mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan-keinginan klien, mengajarkan, merencanakan, dan melatih berbagai perilaku yang dibutuhkan klien agar berhasil.
7.      Terapi Eksistensial (Irfan Yalom)
Tujuan dari terapi ini adalah untuk membuat klien mampu mengatasi berbagai macam kecemasan yang berhubungan dengan 4 fokus utama eksistensi manusia, yaitu kematian, kebebasan, isolasi dan tanpa kebermaknaan. Fokus terapi ini adalah keadaan saat ini yang berhubungan dengan ketakutan-ketakutan klien saat ini.


Referensi

Cave, S. (1999). Therapeutic approaches in Psychology. NY: Psychology Press
Wagner, A.P. (2002). Worried no more. NY: Lighthouse, inc.
Wade, C., & Tavris, C. (2015). Psikologi. Jakarta: Erlangga
http://www.apa.org/topics/therapy/psychotherapy-approaches.aspx

Selasa, 29 November 2016

Contoh Kasus Kepemimpinan Transaksional serta Transformasional

Contoh kasus berdasarkan kepemimpinan transaksional dan kepemimpnan transformasional

·         Contoh kasus kepemimpinan transaksional
Salah satu contoh kepemimpinan transaksional jenis contingent reward adalah ketika KEMENPORA memberikan iming-iming bonus / imbalan sebesar 2 miliar rupiah kepada atlet yang dapat memperoleh emas olimpiade 2016 kemarin. Saat itu gencar iklan MENPORA yang mengatakan akan memberikan bonus 2 miliar kepada atlet yang dapat memperoleh emas di olimpiade 2016. Kemudian hal tersbut dibuktikan setelah cairnya bonus 2 miliar rupiah yang diberikan MENPORA kepada atlet bulutangkis ganda campuran Tontowi Ahmad / Lilyana Natsir beberapa bulan lalu.

·         Contoh kasus kepemimpinan tranformasional

Salah satu contoh pemimpin dengan kepemimpinan transformasional adalah Mahatma Gandhi. Beliau merupakan pemimpin spiritual dan politikus yang ikut terlibat dalam pergerakan kemerdekaan India. Kepemimpinan Mahatma Gandhi mengedepankan nilai-nilai non-kekerasan (Ahimsa) dan nilai-nilai kebenaran dan keteguhan (Satya) serta nilai lainnya yang bersifat egalitarian, nilai-nilai tersebut sangat memberikan dampak perubahan dalam diri orang-orang dan lembaga-lembaga di India, sehingga ia dikenal sebagai salah satu tokoh yang mampu mengubah dan menginspirasi dunia. Kepemimpinan Mahatma Gandhi memiliki tujuan secara moral, karena tujuannya adalah memenangkan kemerdekaan pribadi bagi orang-orang sebangsanya dengan membebaskan mereka dari penindasan oleh pemerintah kolonial Inggris. Mahatma Gandhi memberikan pengaruh kuat kepada orang-orang di negaranya untuk menuntut kemerdekaan dengan cara yang bermoral dan damai, tanpa kekerasan dan menggerakan hati musuh agar menghentikan kesewenangan pada bangsanya. Kepemimpinan Gandhi mengangkat para pengikutnya ke tingkat moral yang lebih tinggi dengan melibatkan mereka dalam aktivitas-aktivitas non-kekerasan guna mencapai keadilan sosial. Dengan begitu, Gandhi meminta pengorbanan dari para pengikutnya, bukannya sekadar mengobral janji-janji. Hal ini yang memnyebabkan hingga saat ini Mahatma Gandhi menjadi salah satu orang atau pemimpin yang menginspirasi.

Minggu, 27 November 2016

Teori Kepemimpinan

Nama  :           Ajeng Septiana
NPM   :           10514662
Kelas   :           3PA01

Teori Kepemimpinan

Ø  Definisi Kepemimpinan
Menurut Hersey & Blanchard (1982) kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan individu atau kelompok dalam usaha untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu.
Menurut Soekarso & Putong (2015) kepemimpinan (leadership) merupakan proses pengaruh sosial, yaitu suatu kehidupan mempengaruhi kehidupan lain, kekuatan yang mempengaruhi perilaku orang lain kearah pencapaian tujuan tertentu.
Menurut Yukl (2010) kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju tentang apa yang perlu dikerjakan dan bagaimana tugas itu dapat dilakukan secaa efektif, dan proses memfasilitasi usaha individu dan kelompok untuk mencapai tujuan bersama.

Ø  Gaya Kepemimpinan (leadership behaviour / style)
Gaya kepemimpinan (leadership behaviour / style) dimaksudkan sebagai perilaku atau tindakan seorang pemimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pekerjaan manajerial, yang dibedakan sebagai berikut:
1.      Gaya berorientasi pada tugas (task oriented), cenderung pada gaya otoriter dimana pemimpin tidak membri kesempatan bawahan untuk ikut berpartisipasi dalam penetapan keputusan.
2.      Gaya berorientasi pada manusia (people oriented), cederung pada gaya demokratis dimana memberikan kesempatan partisipasi pada bawahan dalam pengambilan keputusan.
3.      Gaya berorientasi pada kombinasi keduanya (tugas dan manusia), cenderung pada gaya moderat dimana berorientasi pada iman, ilm, amal, serta berwawasan lingkungan dan visi masa depan.

Ø  Corak Interaksi Pemimpin dengan Bawahannya
1.      Kepemimpinan Transaksional
Pemimpin berinteraksi dengan bawahannya melalui proses transaksi. Bass dan Avolio (1994) membagi empat macam transaksi, yaitu:
-          Continget reward; bawahan dijanjikan imbalan yang setimpal jika dapat bekerja dengan baik, “jika anda bekera baik akan saya beri imbalan yang baik.”
-          Management by exception-active; pemimpin aktif dan memantau ketat pelksanaan tugas bawahan agar tidak membuat kesalahan atau agar kesalahan bawahan dapat diketahui dan diperbaiki dengan cepat. “silahkan mengerjakan tugas anda, saya akan awasi secara ketat sehingga jika terjadi kesalahan saya akan bantu anda.”
-          Management by exception-passive; pemimpin baru akan bertindak setelah terjadi kegagalan untuk mencapai tujuan bekerja. “silahkan melaksanakan pekerjaan anda, jika timbul masalah usahakan untuk mengastasi masalah anda sendiri, saya baru akan membantu anda jika saya lihat anda tidak mampu mengatasi  permasalahan tersebut.”
-          Laissez-faire; pemimpin membiarkan bawahannya melakukan tugas tanpa ada pengawasan dari dirinya, dengan akat lain kerja bawahan adalah tanggung jawab bawahan. “silahkan anda melakukan tugas anda secara mandiri, anda mampu dan harus bertanggung jawab atas hasil pekerjaan anda.”

2        Kepemimpinan Transformasional
Interaksi antara pemimpin dan bawahan ditadai oleh pengaruh pemimpin untuk mengubah perilaku bawahan menjadi seseorang yang merasa mampu dan bermotiasi tinggi serta berupaya mencapai prestasi kerja yang tinggi dan bermutu.
Terdapat lima aspek kepemimpinan transformasional, yaitu:
-          Attributed charisma; pemimpin mendahulukan kepentingan perusahaan dan kepentingan orang lain daripada kepentingan diri sendiri.
-          Inspirational leadership / motivation; pemimpin mampu menimbulkan inspirasi pada bawahannya, antara lain dengan menentukan standar-standar tinggi, memberikan keyakinan bahwa tujuan dapat dicapai.
-          Intellectual stimulation; bawahan merasa pemimpin mendorong mereka untuk memikirkan kembali cara keja mereka, untuk mencari cara-cara baru dalam mempersepsi tugas-tugas mereka.
-          Individualized consideration; bawahan merasa diperhatikan dan diperlakukan secara khusus oleh pimpinannya. Pemimpin memperlakukan bawahan sebagai seorang pribadi yang memiliki kecakapan, kebutuhan, keinginan masing-masing
-          Idealized influence; pemimpin berusaha melalui pembicaraan mempengaruhi bawahan dengan menekanka pentingnya nilai-nilai dan keyakinan, pentingnya kaitan ppada keyakinan,perlu dilmilikinya tekad dalam mencapai tujuan.

Ø  Komponen Kepemimpinan
Terdapat tiga komponen penting dalam kepemimpinan yaitu:
1.      Pengaruh
Kepemimpinan terjadi karena adanya proses pengaruh. Pemimpin mempengaruhi bawahan atau pengikut kearah yang diinginkan.
2.      Legitimasi
Legitimasi merupakan pengakuan atau pengukuhan kedudukan pemimpin. Lebigitimasi juga merupakan posisi formal dalam kekuasaan (power) dalam organisasi. Pemimpin yang memiliki legitimasi institusional atau legitimasi personal dapat mempengaruhi atau memerintah bawahan / pengikut, dan bawahan / pengikut rela dipengaruhi serta diperintah oleh pemimpin yang memiliki legitimasi. Nawahan / pengikut melaksanakan perintah dengan baik.
3.      Tujuan
Pemimpin senantiasa berurusan dengan berbagai tujuan, seperti: (1) tujuan individu, (2) tujuan kelompok, (3) tujuan organisasi. Pemimpin dipandang oleh bawahan bedasarkan kepuasan bawahan itu sendiri dalam menjalankan perintah dari pemimpinnya. Pemimpin harus dapat mengusahakan keseimbangan antara tujuan organisasi dengan keinginan bawahan dari hasil yang menyenangkan agar lebih bergairah dalam bekerja.

Ø  Pentingnya Kepemiminan dalam Kehidupan
Kepemimpinan memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam aspek kehidupan kelompok, organisasi dan negara, yaitu sebagai berikut:
a)      Kelompok tanpa pemimpinan seperti tubuh tanpa kepala, mudah menjadi sesat, panik, kacau, dan anarki.
b)      Organisasi tanpa pemimpin bagaikan kapal tanpa nahkoda.
c)      Pemimpin menetapkan dan mengembangan visi serta misi organisasi masa depan.
d)     Pemimpin mengkoordinasikan kegiatan dan kerja secara efektif dan efisien.
e)      Pemimpin menggerakan, memberdayakan, mengarahkan sumber daya secara terpadu.
f)       Pemimpin menetapkan strategi dan penetapan keputusan (decision making)
g)      Pemimpin mengelola perubahan (change) dan pertumbuhan (growth)
h)      Pemimpin mencapai keberhasilan tujuan suatu organisasi.

Ø  Faktor-Faktor Kepemimpinan
1.      Pemimpin (leader = head); adalah orang yang memimpin.
2.      Anggota (anak buah = pengikut); orang-orang yang dipimpin.
3.      Kekuasaan (power); kapasitas mempengaruhi perilaku individu atau kelompok.
4.      Pengaruh (influence); tindakan atau contoh perilaku yang menyebabkan perubahan sikap atau perilaku individu atau kelompok.
5.      Nilai (value)
6.      Tujuan (objective); suatu hasil atau sasarn yang ingin dicapai.

Ø  Fungsi Kepemimpinan
Menurut Hasibuan fungsi-fungsi kepemimpinan antara lain sebagai berikut:
1.      Pengambilan keputusan dan realisasi keputusan itu.
2.      Pendelegasian wewenang dan pembagian kerja para bawahan.
3.      Meningkatkan daya guna dan hasil guna semua unsur manajemen.
4.      Memotivasi bawahan, supaya bekerja efektif dan semangat.
5.      Mengembangkan imajinasi, kreativitas dan loyalitas bawahan.
6.      Pemrakarsa, penggiat, dan pengendalian rencana.
7.      Mengkoordinasikan dan menginegrasi kegiatan-kegiatan bawahan.
8.      Penilaian prestasi dan pemberian teguran atau penghargaan kepada bawahan.
9.      Pengembangan bawahan melalui pendidikan dan pelatihan.
10.  Melaksanakan pelaksanaan melekat (waskat) dan tindakan-tindakan perbaikan jika perlu. Dll

Contoh kasus berdasarkan kepemimpinan transaksional dan kepemimpnan transformasional
·         Contoh kasus kepemimpinan transaksional
     Salah satu contoh kepemimpinan transaksional jenis contingent reward adalah ketika KEMENPORA memberikan iming-iming bonus / imbalan sebesar 2 miliar rupiah kepada atlet yang dapat memperoleh emas olimpiade 2016 kemarin. Saat itu gencar iklan MENPORA yang mengatakan akan memberikan bonus 2 miliar kepada atlet yang dapat memperoleh emas di olimpiade 2016. Kemudian hal tersbut dibuktikan setelah cairnya bonus 2 miliar rupiah yang diberikan MENPORA kepada atlet bulutangkis ganda campuran Tontowi Ahmad / Lilyana Natsir beberapa bulan lalu.
·         Contoh kasus kepemimpinan tranformasional

       Salah satu contoh pemimpin dengan kepemimpinan transformasional adalah Mahatma Gandhi. Beliau merupakan pemimpin spiritual dan politikus yang ikut terlibat dalam pergerakan kemerdekaan India. Kepemimpinan Mahatma Gandhi mengedepankan nilai-nilai non-kekerasan (Ahimsa) dan nilai-nilai kebenaran dan keteguhan (Satya) serta nilai lainnya yang bersifat egalitarian, nilai-nilai tersebut sangat memberikan dampak perubahan dalam diri orang-orang dan lembaga-lembaga di India, sehingga ia dikenal sebagai salah satu tokoh yang mampu mengubah dan menginspirasi dunia. Kepemimpinan Mahatma Gandhi memiliki tujuan secara moral, karena tujuannya adalah memenangkan kemerdekaan pribadi bagi orang-orang sebangsanya dengan membebaskan mereka dari penindasan oleh pemerintah kolonial Inggris. Mahatma Gandhi memberikan pengaruh kuat kepada orang-orang di negaranya untuk menuntut kemerdekaan dengan cara yang bermoral dan damai, tanpa kekerasan dan menggerakan hati musuh agar menghentikan kesewenangan pada bangsanya. Kepemimpinan Gandhi mengangkat para pengikutnya ke tingkat moral yang lebih tinggi dengan melibatkan mereka dalam aktivitas-aktivitas non-kekerasan guna mencapai keadilan sosial. Dengan begitu, Gandhi meminta pengorbanan dari para pengikutnya, bukannya sekadar mengobral janji-janji. Hal ini yang memnyebabkan hingga saat ini Mahatma Gandhi menjadi salah satu orang atau pemimpin yang menginspirasi.

Sumber / referensi:

Soekarso & Putong. (20115). Kepemimpinan: kajian teoritis dan praktis. Buku & Artikel
Karya Iskandar Putong
Munandar, S. Ashar. (2014). Psikologi Industri dan organisasi. Jakarta: Universitas
Indonesia
Hasibuan, M.S.P. (2007). Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: PT. Bumi Aksara