Jumat, 07 November 2014

PASOLA Budaya dari Sumba, Nusa Tenggara Timur

Pasola Budaya dari Sumba, Nusa Tenggara Timur

Pasola merupakan tradisi atau budaya khas orang Sumba di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pasola atau Pahola berasal dari kata hola atau sola artinya tongkat kayu semacam lembing yang tumpul untuk saling menyerang dari atas kuda yang dikendarai oleh dua kelompok lelaki dewasa. Setelah mendapat tambahan kata pa maka pasola atau pahola berarti permainan berkuda. Hola yang digunakan sebagai tongkat kayu berukuran panjang sekitar 1,5 meter.  Sumba memiliki kuda yang khas dinamakan sandelwood, merupakan salah satu jenis yang terbaik di Nusa Tenggara Timur. Pasola sebagai salah satu rangkaian kegiatan dalam kerangka upacara pertanian di Sumba yang dilaksanakan di wilayah Kodi, Gaura, Lamboya, dan Wanokaka. Pasola di Kodi, Gaura dan Lamboya berlangsung pada bulan Februari dan di Wanokaka pada bulan Maret setiap tahun. Pemain pasola yang terseleksi berasal dari dua paro masyarakat yakni masyarakat bagian atas (dete) dan bagian bawah (wawa).
Acara sebelum pasola dimulai adalah mencari cacing laut yang disebut nyale (eunice). Nyale adalah cacing laut yang hidup di dalam endapan pasir berlumpur di laut dangkal di pantai atau karang yang hanya timbul setahun sekali pada menjelang bulan purnama. Kemunculan nyale di akibatkan karena sinar bulan purnama dalam bulan Februari atau Maret yaitu untuk untuk proses perkawinan. Nyale yang muncul berpasangan dalam jumlah besar dianggap sebagai simbol kesuburan dan mempunyai kekuatan magis yang menyuburkan. Nyale juga dianggap simbol peragaan kembali menemukan gadis cantik yang hilang dilaut dalam perkelahian antar dua ksatria yang memperebutkannya. Nama gadis tersebut adalah Putri Mndalika dari kerajaan Tanjung Bitu (Tonjong Beru) di Lombok Selatan. Dua ksatria tersebut berebut sang putri sampai berperang. Putri bersedih memohon petunjuk dewa di pinggir laut. Namun terjadi kecelakaan pada sang putri, ia terbawa ganasnya ombak dan putri pun hilang ditelan laut. Kedua ksatria mencari sang putri namun yang muncul malah cacing-cacing berwarna hijau di laut. Dalam pesta adat pasola, nyale selalu diucapkan dalam syair: innu gading, maruahu haruna (ras gading dan isi beras) dan nama wealing ta leti wuaha louru, nama waling taha bali wuama gutu yang artinya makhluk yang berasal dari seberang laut dan seberang pulau.
Dalam pasola para pemuda yang terseleksi saling berhadapan dalam kelompok berkuda yang dihias warna-warni. Para penunggang kuda dengan pakaian tradisional dan hiasan warna-warni kuda yang ditunggangi mencerminkan kegagahan, keterampilan da keindahan berkuda. Proses melempar kayu (hola) untuk mengenai lawan dalam saling serang diawali lemparan pertama oleh rato.
Sejumlah aturan dan larangan dalam pasola antara lain:
·         Kuda pasola harus kuda jantan, yang dihiasi warna-warni.
·         Peserta pasola tidak boleh lelaki di bawah umur.
·         Peserta yang telah jatuh dilarang di lempar.
·         Pihak yang luka maupun mati tabu untuk melakukan pembalasan dan diterima dengan wajar.
·         Kayu yang di pakai ujungnya tidak boleh diruncingi.


Di Lamboya kegiatan pasola dilakukan setelah melalui proses kegiatan sebagai berikut:
a)      Pasola dilaksanakan pada hari ke 22 bulan nyale atau hari ke 7 sesudah bulan purnama.
b)      Pannu ana malang ta pada hari ketiga sesudah bulan purnama.
c)       Pannu Ubu pada hari ke empat sesudah bulan purnama.
d)      Pannu mata we kako mali pada hari ke enam.
e)      Acara pasola/pahalana.

Ada juga pantangan-pantangan yang harus dilakukan oleh para pemain pasola, yaitu:
·         Tidak boleh memakai baju berwarna merah
·         Tidak boleh memakai atau selimut warna merah
·         Tidak boleh memakai giring-giring
·         Tidak boleh membakar kapur sirih
·         Harus memagar dengan tali (loada) tempat merapu yang dianggap pamali
·         Tidak boleh menjual periuk tanah berwarna merah
·         Tidak boleh menangisi mayat
·         Tidak boleh membuat pesta
·         Tidak boleh membunyikan gong
·         Tidak boleh memancing dan menjala ikan di muara maupun di pinggir panati tempat nyale disambut
·         Rato tidak boleh di dekati
·         Tidak boleh melagukan lagu daerah waktu merencah sawah
·        Tidak boleh membuat keributan pada waktu malam hari maupun siang hari yang menggangu masyarakat umum
·         Tidak boleh menumbuk padi pada malam hari
·         Tidak boleh menyalakan api
·         Tidak boleh menenun amlam hari
·         Tidak boleh membakar ayam sebelum sampai waktunya
·       Tempat piring nasi yan digunakan pada upacara adat di Weiwuang tidak boleh dari plastik atau piring batu
·         Tempat sirih pinang harus terbuat dari bahan kayu tamiang
·         Dalam mengucap syair adat tidak boleh terputus-putus
·         Cara menhitung pasola tidak boleh berdasarkan kalender masehi
·         Tidak boleh melanggar halaman rumah pemali

Sementara ketika bermain dan beradu tangkas dengan lawan, sejumlah aturan harus pula dipatuhi semua pemain. Aturan-aturan tersebut terwujud dalam larangan sebagi berikut:
o   Para pemain tidak boleh menolak resiko apabila terjadi cidera dan menerima segala resiko dengan lapang dada
o    Orang yang bermain tidak boleh anak-anak
o   Pemain harus menggunakan kain adat, parang, paitodang (penangkis), menggunakan ikat pinggang dan tali dan ikat kepala (kapouta)
o    Kuda yang digunakan tidak boleh kuda betina dan harus diberi perhiasan dan potongan kain warna-warni
o         Tidak boleh menyerang lawan secara perorangan harus beregu
o         Musuh yang jatuh ke tanak tidak boleh dilempar kayu hola
o         Kayu hola tidak boleh diruncingkan
o         Kayu hola harus dilemparkan bukan dipukul
o       Padawaktu bertinju adat (pajura) tidak boleh menggunakan benda keras tetapi dengan dibalut rumput ilalang
Selain larangan atau pantangan yang harus dilakukan sebelum bertanding, ada juga larangan atau pantangan yang harus dilakukan setelah bertanding, yaitu:
·         Selama tiga hari sesudah pasola masyarakat tidak boleh melakukan kegiatan apapun sebelum rato membuat upacara adat
·         Tidak boleh mendendam musuh atau lawan dalam permainan pasola, tetapi sudah berdamai kembali sesduah pasola
·         Para pemain pasola harus membakar ayam sekembali dari medan pasola dan tidak boleh melakukan kegiatan apapun sebelum tiga hari.
·         Pakaian yang digunakan pada waktu upacara pasola pada hari ketiga harus dijemur atau dipanaskan di sinar matahari.
Melalui kegiatan pasola diharapkan musim panen dapat melimpah. Sebelum pelaksanaan pasola, rato melakukan pelemparan pertama hola. Masing-masing kelompok akan saling menyerang dengan melemparkan kayu hola dari masing-masing kuda dengan berlari dengan kudanya mengejar lawan. Dua kelompok pemain yang mengendarai kuda dengan membawa tongkat kayu harus tangkas melemparkannya ke pihak lawan. Apabila pemain terkena lemparan dan menimbulkan darah, darahnya dipercaya mempunyai kekuatan magis yang menyuburkan.
Kemudian setelah acara pasola selesai kemudian dilakukan makan bersama dari seluruh suku (kabisu) yang datang.



Sumber Informasi:
Judul Buku     :   PASOLA
Penulis           :   Drs. Munanjar Widyatmika
                           Prof. Dr. Hudiono
Editor              :  Semiarto A.Purwanto
Penerbit          :   Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya
Gambar           :   Google

1 komentar: